DPR Desak Pemerintah Lebih Responsif
Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis mendesak pemerintah harus lebih responsif menyikapi APBN tahun anggaran 2013, maupun RAPBN 2014. Komisi XI, tambah Harry, berharap supaya angka-angka target di dalam APBN 2013 sedapat mungkin dapat dicapai.
“Kami mendesak pemerintah lebih responsif. Untuk pertumbuhan ekonomi kemungkinan tidak bisa tercapai 6,3 persen, tapi angka optimisnya 6,2 persen. Sedangkan angka pesimisnya Bank Indonesia memperkirakan 5,8 persen. Kalau menurut pemerintah 5,8 persen,” ujar Harry usai rapat kerja tertutup dengan Menteri Keuangan, Gubernur BI, Dewan Otoritas Jasa Keuangan, dan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, Senin (26/8) malam.
Harry menambahkan, pemerintah memperkirakan akan ada deviasi sebesar 9 persen di RAPBN tahun 2014. Sedangkan, terkait dengan nilai tukar rupiah kurang lebih diperkirakan sebesar Rp 10.000 sampai Rp 10.200. Saat ini nilai tukar rupiah rata-rata berkisar di angka Rp 9800, walaupun saat ini fluktuasi hampir mencapai Rp 11.000.
“Kami tetap meminta supaya langkah-langkah itu diperketat. Rupiah berada di kisaran Rp 10.000 sampai Rp 10.200, kita tetap minta dibawah itu. Jadi tidak terlalu jauh dari angka APBN 2013 sebesar Rp 9600. Pemerintah juga menyatakan saat ini belum kirisis, namun ada indikasi kearah sana (krisis),” lanjut politisi Golkar ini.
Dalam rapat yang berlangsung hingga pukul 23.30 malam ini, Komisi XI juga menyetujui usulan salah satu paket kebijakan ekonomi, yaitu kenaikan pajak barang mewah yang mencapai 125 sampai 150 persen. “Misalnya di tahun ini banyak orang kaya yang membeli jet mewah ataupun mobil mewah, itu layak dikenakan pajak barang mewah sampai 150 persen. Dan itu akan mengurangi spekulasi di nilai tukar,” ujar Harry.
Harry menilai respon pemerintah terlambat menanggapi defisit yang terjadi. Ia menjelaskan defisit terjadi sejak kuartal keempat tahun 2011, sehingga sudah tujuh kuartal terjadi hingga tahun ini. Pada kuartal pertama tahun 2013, defisit sekitar US$ 5 miliar, kuartal kedua sebesar US$ 9 miliar. Namun pemerintah belum menjelaskan secara kongkrit perkiraan defisit di kuartal ketiga dan kuartal empat.
“Ya kalau misalnya di tahun 2005 terjadi defisit, itu hanya satu kuartal. Dan tahun 2008 juga satu sampai dua kuartal. Sedangkan sekarang tujuh kuartal berturut-turut, tapi baru responnya agak terlambat. Respon terhadap tujuh kuartal tadi kenapa tidak diperkirakan?” tanya Harry.
Lalu bagaimana dengan buruh? Harry menyatakan untuk buruh cukup dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Menkeu Chatib Basri sudah menjamin akan memberikan semacam tax credit bagi perusahaan-perusahaan yang mampu mempertahankan tidak terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja kepada buruhnya.
“Tadi ada pembicaraan memang dari kalangan pemerintah ada cash transfer kepada buruh, tapi itu tidak mungkin karena bisa dianggap membeli suara, karena memasuki tahun politik. Menurut saya juga tidak mungkin,” imbuh Harry.
Harry menyatakan pihaknya akan mengikuti perkembangan ini. Jika dalam satu atau dua minggu mendatang keadaan makin memburuk, kemungkinan Komisi XI akan kembali memanggil pemerintah. (sf), foto : od/parle/hr.